Abadikan Kota Lama dalam Lukisan

PENEMUAN hari kelahiran RSU dr Soetomo mengusik Jansen Jasien untuk mengabadikannya dalam bentuk lukisan. Pria asal Sidoarjo itu pun lantas membuat kisah perjalanan rumah sakit terbesar di Indonesia Timur tersebut di atas kanvas.
Pada kanvas berukuran 160 x 320 sentimeter yang terdiri atas 4 panel itu, Jansen merekam aktivitas rumah sakit tersebut sejak masih berada di daerah simpang. “Awal berdirinya rumah sakit itu memang di sana. Baru pada 1938 dipindah ke sini,” jelasnya.
Dalam lukisan tersebut juga digambarkan sebuah peta yang menunjukkan perjalanan kepindahan rumah sakit itu. Peta tersebut cukup detail, mulai nama jalan hingga beberapa bangunan yang ada saat itu tampak di sana. “Saya memang ingin menggambarkan secara jelas agar masyarakat yang melihat lukisan ini seolah-olah turut hidup pada zaman itu,” ungkapnya.
Untuk membawa para penikmat seni lukis itu kembali ke masa lalu, Jansen tidak hanya membuat lukisan tentang perjalanan RSU dr Soetomo. Bapak satu anak tersebut juga merekam wajah lama Kota Surabaya di atas kanvas. Pria asal Sidoarjo itu melukiskan gambaran tetenger Kota Surabaya beserta fasilitas pendukungnya.
Beberapa lokasi yang digambarkan Jansen adalah Pelabuhan Tanjung Perak, Gedung Grahadi, Tugu Pahlawan, dan Jalan Peneleh. Salah satu fasilitas pendukung kegiatan kota yang dia gambarkan adalah mobil yang oleh penduduk pada zaman itu disebut “kereta setan”.
Menurut Jansen, masa lalu adalah bagian dari sejarah dan sejarah merupakan bagian dari masa depan. “Tanpa ada masa lalu, tidak akan ada masa depan. Karena itu, kita tidak boleh melupakan sejarah masa lalu,” tegasnya.
Karena itu, pelukis beraliran impresionis tersebut selalu melakukan riset sejarah sebelum melukis sebuah objek yang berkaitan dengan masa lalu Surabaya. Bahkan, riset bisa lebih lama daripada membuat lukisan itu.
Menurut ketua panitia, Rully Anwar, pameran lukisan mengenai cerita Surabaya tempo dulu sangat jarang dilakukan. “Karena itu, kami membuat pameran tersebut. Tujuannya, merekam dan mengabadikan sejarah yang ada,” jelasnya. (cie)

Jawa Pos, Senin, 22 Okt 2007,

Leave a comment